Tuesday 28 February 2012

Penyusutan Aktiva Tetap


Pengertian Penyusutan
Menurut PSAK 17, penyusutan merupakan alokasi jumlah suatu asset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Definisi penyusutan menurut Kieso (2007;570) penyusutan adalah alokasi biaya dari asset tetap menjadi beban selama masa manfaatnya berdasarkan cara yang sistematis dan rasional.
Perlu dilakukan penyusutan karena masa manfaat yang diberikan dan nilai dari asset tersebut semakin berkurang.
Regulasi yang mengatur tentang penyusutan:
1.      Undang-Undang
Pasal 9 ayat 2 dan pasal 11 UU No 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat UU No 7 Tahun 1983 Tentang PPh
Isinya yakni sebagai berikut:
·         Pasal 9 ayat 2 : Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.
·         Pasal 11 ayat 1 : Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
·         Pasal 11 ayat 2 : Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
·         Pasal 11 ayat 3 : Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
·         Pasal 11 ayat 4 : Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
·         Pasal 11 ayat 5 : Tentang revaluasi
·         Pasal 11 ayat 6 : Ketentuan menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud.
2.      Peraturan Pemerintah
Pasal 3 Peraturan Pemerintah No.42 Tahun1985
Isinya yakni:
·         Ayat 1 : Penyusutan dan amortisasi dimulai pada tahuan pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan, dan amortisasi dimulai pada tahun selesainya pengerjaan harta tersebut, dan untuk harta dalam usaha leasing penyusutan dimulai pada tahun harta yang bersangkutan dileasingkan.
·         Ayat 2 : Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperbolehkan melakukan penyusutan mulai pada tahun harta tersebut dipergunakan dalam perusahan atau dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,atau pada saat harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
·         Ayat 3 : Tarif penyusutan dan penggolongan harta berwujud dalam usaha leasing,dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (9) dan ayat (14) Undang-undang Pajak Penghasilan.
·         Ayat 4 : Apabila terjadi penarikan harta berwujud dari pemakaian karena dihibahkan, disumbangkan, atau diwariskan kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, maka untuk memperoleh dasar  penyusutan:
a.       jumlah sebesar harga sisa buku dari harta yang dihibahkan, disumbangkan atau diwariskan tersebut, dikurangkan dari jumlah awal masing-masing golongan harta yang bersangkutan , sedangkan jumlah sebesar sebesar harga sisa buku tersebut tidak boleh dikurangkan sebagai biaya;
b.      jumlah sebesar harga perolehan dari harta Golongan Bangunan yang dihibahkan, disumbangkan atau diwariskan tersebut dikurangkan dari jumlah awal Golongan Bangunan, sedangkan jumlah sebesar harga sisa bukunya tidak boleh dikurangkan sebagai biaya.
·         Pasal 5 : Apabila terjadi penarikan harta Golongan Bangunan dari pemakaian, baik karena sebab biasa maupun karena sebab luar biasa, maka untuk memperoleh dasar penyusutan, harga perolehan dikurangkan dari jumlah awal Golongan Bangunan, sedangkan jumlah sebesar harga sisa bukunya dibebankan sebagai biaya pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut, dan jumlah sebesar nilai atau harga jual atau penggantian asuransinya merupakan penghasilan.
WP yang berhak melakukan penyusutan :
1.      Pihak yang menggunakan asset tersebut dalam kegiatan usaha
2.      Pemiilik, dapat dibagi menjadi legal owner dan beneficial owner
Kriteria Aset yang Dapat Disusutkan:
1.        Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari 1 periode akuntansi
2.        Memiliki masa manfaat yang terbatas. Masa manfaat dapat berupa periode suatu asset diharapkan digunakan oleh perusahaan atau jumlah produksi atau unit berupa yang diharapkan diperoleh dari asset oleh perusahaan. Masa manfaat asset harus ditelaah ulang secara periodic dan bila harapan berbeda secara signifikan dengan estimasi sebelumnya, maka beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan.
3.        Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa, atau disewakan, atau untuk tujuan administrasi.
Dasar Penyusutan
  1. Harga perolehan
Harga perolehan meliputi harga pokok barang yang diperoleh beserta biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut.
Aktiva tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, dimana masing – masing cara perolehan akan mempengaruhi penentuan harga perolehan berikut ini akan dibahas tetang harga perolehan :
  1. Pembelian Tunai, Aktiva tetap berwujud yang diperoleh dari pembelian tunai dicatat dalam buku – buku dengan jumlah sebesar uang yang dikeluarkan.
  2. Pembelian secara gabungan, Harga perolehan dari setiap aktiva yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar setiap aktiva yang bersangkutan
  3. Perolehan Melalui Pertukaran
    • Ditukar dengan Surat – surat Berharga, Aktiva tetap yang diperoleh dengan cara ditukar dengan saham atau Obligasi perusahaan, dicatat dalam buku sebesar harga pasar saham atau obligasi yang digunakan sebagai penukar
    • Ditukar dengan aktiva tetap yang lain
                        Banyak pembelian aktiva tetap dilakukan dengan cara tukar – menukar                               atau sering disebut “tukar tambah”. Dimana aktiva lama digunakan untuk                                 membayar harga aktiva baru ada dua jenis pertukaran yaitu :
·     Pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis, pertukaran yang berdasarkan nilai yang kita keluarkan untuk mendapatkan aktiva tersebut
·    Pertukaran aktiva tetap yang sejenis, pertukaran yang berdasarkan nilai buku aset yang ditukar.
3.      Pembelian angsuran, Apabila aktiva tetap diperoleh dari pembelian angsuran, maka dalam harga perolehan aktiva tetap tidak boleh termasuk bunga.
4.      Diperoleh dari Hadiah atau Donasi, Aktiva tetap yang diperoleh dari hadiah atau donasi, pencatatannya bias dilakukan menyimpang dari prinsip harga perolehan
5.      Aktiva yang Dibuat sendiri, Perusahaan mungkin membuat sendiri aktiva tetap yang diperlukan seperti gedung, alat – alat dan perabotan.
Sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva misalnya biaya penyimpanan, biaya ongkos kirim, biaya pembongkaran barang, biaya instalasi, biaya profesional, dll.
Untuk menentukan besarnya harga perolehan suatu aktiva, berlaku prinsip yang menyatakan bahwa semua pengeluaran yang terjadi sejak pembelian sampai aktiva itu siap dipakai harus dikapitalisasi. Karena jenis aktiva itu macam – macam maka masing – masing jenis mempunyai masalah – masalah khusus yang akan dibicarakan berikut ini :
a). Tanah
Tanah yang dimiliki dan digunakan sebagai tempat berdirinya perusahaan dicatat dalam rekening tanah. Apabila tanah itu tidak digunakan dalam usaha perusahaan maka dicatat dalam rekening investasi jangka jangka panjang. Harga perolehan tanah terdiri dari berbagai elemen seperti :
  1. Harga beli
  2. Komisi pembelian
  3. Bea balik nama
  4. Biaya penelitian tanah
  5. Iuran – iuran (pajak – pajak) selama tanah belum dipakai
  6. Biaya merobohkan bangunan lama
  7. Biaya perataan tanah pembersihan dan pembagian
  8. Pajak – Pajak yang jadi beban pembelian pada waktu pembelian tanah
b). Bangunan
Gedung yang diperoleh dari pembelian, harga perolehannya harus dialokasikan pada tanah dan gedung. Biaya yang dikapitalisasi sebagai harga perolehan gedung adalah :
  1. Harga beli
  2. Biaya Perbaikan sebelum gedung itu dipakai
  3. Komisi pembelian
  4. Bea balik nama
  5. Pajak – Pajak yang menjadi tanggungan pembeli pada waktu pembelian
c). Mesin dan alat – alat
Yang merupakan harga perolehan meisn dan alat – alat adalah
  1. Harga beli
  2. Pajak – pajak yang menjadi beban pembeli
  3. Biaya angkut
  4. Asuransi selama dalam perjalanan
  5. Biaya pemasangan
  6. Biaya – biaya yang dikeluarkan selama masa percobaan mesin
Harga pengganti
Pada prinsipnya harga penggantian tidak diperkenankan, karena untuk kepentingan pencatatan menggunakan harga perolehan
Harga revaluasi
Metode Revaluasian ( PSAK Revisi 2007 )
            Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasinya, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi atas aset tetap harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
Untuk metode revaluasi, perlakuan terhadap akumulasi penyusutan aset tetap pada tanggal revaluasi dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut:
  1. Disajikan kembali secara proporsional dengan perubahan dan jumlah tercatat secara bruto dari aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan jumlah revaluasian. Metode ini sering digunakan apabila aset direvaluasi dengan cara memberi indek untuk menentukan biaya pengganti yang disusutkan (depreciated replacement cost).
  2. Dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto dari aset dan jumlah tercatat neto setelah eliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut. Metode ini sering digunakan untuk bangunan
Revaluasi yang dilakukan pada sekelompok aset dengan kegunaan yang serupa dilaksanakan secara bersamaan. Perlakuan ini bertujuan untuk menghindari perlakuan revaluasi secara selektif dan bercampurnya biaya perolehan dan nilai lainnya pada saat yang berbeda-beda. Namun revaluasi dalam kelompok aset dapat dilakukan secara bergantian (rolling) sepanjang keseluruhan revaluasi dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat dan sepanjang revaluasi dimutakhirkan.
PENYUSUTAN BERDASARKAN PERATURAN PERPAJAKAN
            Sebagaimana telah doatur dalam pasal 9 ayat (2) UU PPh bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara penghasilanyang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan melalui penyusutan. Hal ini sesuai dengan kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip penandingan abtara pengeluaran dan penerimaan ( matching cost againsts revenue ). Mulai tahun 1995 ketentuan fiskal mengharuskan penyusutan harta tetap dilakukan secara individual per aset, tidak lagi secara gabungan ( berdasarkan golongan ) seperti yang berlaku sebelumnya kecuali untuk alat-alat kecil yang sama atau sejenis masih boleh menggunakan penyusutan secara golongan.
SAAT MULAINYA PENYUSUTAN
Undang-undang Pajak Penghasilan secara khusus dan eksplisit menetapkan saat dimulainya penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan. Penyusutan fiskal harus dilakukan sebulan penuh. Pengecualian dari ketentuan ini hanya dapat terjadi karena hal-hal berikut :
a)      Harta / aset yang masih dalam proses pengerjaan
Untuk harta / aset dalam proses pengerjaan , penyusutan dimulai pada tahun selesainya pekerjaan tersebut. Jadi, walaupun pada umumnya penyusutan atas aset dimulai pada tahun perolehan tetapi untuk harta /aset yang pengerjaannya memerlukan waktu lebuh dari satu tahun, perhitungan penyusutan dimulai saat selesaunya harta/ aset yang bersangkutan.
b)     Harta / aset dalam usaha sewa guna usaha
Penyusutan terhadap harta dalam sewa guna usaha khususnya sewa guna usaha tanpa hak opsi dimulai pada bulan harta tersebut disewagunausahakan.
c)      Wajib Pajak yang mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak, apabila tidak mengiuti prinsip umum penyusutan. Misalnya penyusutan baru dilakukan pada tahun harta / aset tersebut menghasilkan.

PENGELOMPOKAN HARTA BERWUJUD

Dalam sistem penyusutan menurut UU PPh, semua aset tetap berwujud yang memenuhi syarat penyusutan fiskal harus dikelompokkan terlebih dahulu menjadi dua golongan :
a)        Harta berwujud kelompok bukan bangunan
b)        Harta berwujud kelompok bangunan





Harta berwujud bukan bangunan dikelompokkan menurut masa manfaatnya sebagai berikut :
Kelompok Bukan Bangunan
Masa manfaat
Kelompok 1
4 Tahun
Kelompok 2
8 Tahun
Kelompok 3
16 Tahun
Kelompok 4
20 Tahun

Harta berwujud bangunan dikelompokkan menurut masa manfaatnya sebagai berikut :
Kelompok  Bangunan
Masa manfaat
Bangunan Permanen
20 tahun
Bangunan Tidak Permanen
10 tahun

METODE DAN TARIF PENYUSUTAN FISKAL

            Mulai tahun 1995 Wajib Pajak diperkenankan untuk memilih metode penyusutan fiskal untuk aset tetap berwujud bukan bangunan, yaitu metode saldo menurun ganda atau metode garis lurus. Metode mana yang akan dipakai bergantung pada Wajib Pajak, sepanjang dilaksanakan dengan taat asas. Satu yang perlu dicatat adalah bahwa metode yang dipilih harus diterapkan terhadap seluruh kelompo harta. Maksudnya, Wajib Pajak tidak dapat menggunakan metode saldo menurun terhadap kelompok yang satu dan menerapkan metode garis lurus terhadap kelompok lainnya. Dalam hal Wajib Pajak memilih metode saldo menurun maka, pada tahun terakhir masa manfaat nilai sisa buku harta yang bersangkutan disusutka seluruhnya. Aset tetap bangunan hanya menggunakan satu metode yaitu metode garis lurus. Sebagai akibat dari adanya dua metode penyusutan ini, timbul perbedaan presentase penyusutan fiskal.





TARIF PENYUSUTAN UNTUK ASET TETAP BUKAN BANGUNAN
Kelompok Bukan Bangunan
Tarif Penyusutan
Metode Garis Lurus
Metode Saldo Menurun
Kelompok 1
25,00 %
50,00%
Kelompok 2
12,50 %
25,00%
Kelompok 3
6,25 %
12,50%
Kelompok 4
5,00 %
10,00%

TARIF PENYUSUTAN UNTUK ASET TETAP BERUPA BANGUNAN
Kelompok  Bangunan
Tarif Penyusutan ( Metode Garis Lurus )
Bangunan Permanen
5%
Bangunan Tidak Permanen
10%


PENYUSUTAN BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
Aset tetap dan akuntansi penyusutan diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan ( SAK) didalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 tentang Aset Tetap dan Aset Lain-lain , PSAK Nomor 17 tentang Akuntansi Penyusutan.

METODE PENYUSUTAN
Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokkan menurut kriteria berikut :
a)      Berdasarkan waktu
1.          Metode Garis Lurus
2.          Metode pembebanan yang menurun :
-          Metode jumlah angka tahun
-          Metode saldo menurun/ saldo menurun ganda

b)     Berdasarkan penggunaan
1.      Metode jam jasa
2.      Metode jumlah unit
c)      Berdasarkan kriteria lainnya
1.      Metode berdasarkan jenis dan kelompok
2.      Metode anuitas
3.      Sistem persediaan
Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai suatu kebijakan akuntansi dan dilaporkan sesuai dengan PSAK Nomor 25 tentang laba atau rugi bersih untuk periode berjalan, kesalahan mendasar dan perubahan kebijakan akuntansi dan beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan.

SAAT DIMULAINYA PENYUSUTAN
          Pada umumnya penyusutan dimulai pada tahun pengeluaran. Untuk aset yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dimulai pada tahun selesainya pengerjaan tersebut. Berbeda dengan penyusutan fiskal yang harus setahun penuh, penyusutan komersial boleh dialkukan untuk jangka yang lebih pendek. Misalnya perusahaan membeli aset pada bulan Juli 1997, maka untuk penyusutan tahun 1997 perusahaan bisa membebankan beban penyusutan selama enam bulan saja, sesuai dengan penggunaan aset yang besangkutan.
Penyusutan yang dipercepat
Penyusutan dapat dipercepat untuk meningkatkan arus kas, karena jika penyusutannya besar, pajak akan menjadi kecil sehingga nilai pengembalian atas investasi akan menjadi tinggi.
Metode yang digunakan yaitu:
a.         Dipercepat (accelerated)
Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan metode penyusutan saldo menurun atau saldo menurun ganda
b.        Memperpendek umur (shorted life)
Dengan umur yang menjadi pendek maka unsur pembagi yang digunakan untuk menentukan nilai aktiva menjadi lebih kecil, sehingga penyusutan menjadi lebih besar.
c.         Bebas (arbitary deduction)


Metode Penyusutan
Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dikelompokkan dengan kriteria  berikut
a.         Berdasarkan waktu
1.         Metode Garis lurus (straight line method)
Dalam metode garis lurus lebih melihat aspek waktu daripada aspek kegunaan. Metode ini paling banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan karena paling mudah diaplikasikan dalam akuntansi. Dalam metode penyusutan garis lurus, beban penyusutan untuk tiap tahun nilainya sama besar dan tidak dipengaruhi dengan hasil/output yang diproduksi. Perhitungan tarif penyusutan untuk metode garis lurus adalah sebagi berikut:
Tarif Penyusutan =
Namun dalam akuntansi finansial nilai buku tidak diakui maka:
Tarif Penyusutan =
2.         Metode jumlah angka tahun (sum of year digit method)
Metode penyusutan ini menghasilkan tarif penyusutan yang menurun dengan dasar penurunan pecahan dari nilai yang dapat disusutkan yakni harga perolehan dikurang dengan nilai sisa). Setiap pecahan menggunakan jumlah tahun sebagai bilangan penyebut (5 + 4 + 3 + 2 + 1 = 15) dan jumlah tahun akhir dari estimasi umur kegunaan sebagai penghitung.
3.         Metode saldo menuru dan saldo menurun ganda (declining/double declining balance method)
Metode ini juga merupakan metode penurunan beban penyusutan yang menggunakan tingkat penyusutan (diekspresikan dalam persentase) yang merupakan perkalian dari metode garis lurus. Prosentase penyusutan metode ini selalu tetap dan diaplikasikan untuk mengurangi nilai buku pada setiap akhir tahun. Tidak seperti metode lain, dalam metode saldo menurun nilai sisa tidak dikurangkan dari harga perolehan dalam mengitung nilai yang dapat disusutkan sehingga saat dikonversi ke akuntansi finansial tidak memerlukan perubahan dalam perhitungannya (sama-sama tidak mengakui nilai sisa) .

b.        Berdasarkan penggunaan
1.         Metode jam jasa (service hour method)
Metode ini digunakan untuk mengalokasikan beban penyusutan berdasarkan pada proporsi penggunaan aktiva yang sebenarnya. Metode penyusutan ini menggunakan jumlah jam kerja sebagai dasar pengalokasian beban penyusutan untuk tiap periode. Dalam metode ini beban penyusutan diperlakukan sebagai beban variabel daripada beban tetap seperti dalam metode penyusutan Garis Lurus (Straight Line Method) sesuai dengan jam kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi barang atau jasa tiap periode akuntansi. Kelemahan dari metode ini adalah ketika kapasitas produktif dari perusahaan menjadi berkurang karena adanya pesaing baru yang mungkin lebih efisien dan efektif, sehingga cepat atau lambat perusahaan dipaksa untuk mengakui kelemahan dari kapasitas produksinya. Selain itu metode jasa jasa mengakui beban penyusutan berdasarkan unit produksi, sehingga beban penyusutan yang diakui menjadi kecil pada saat produksi yang dihasilkan sedikit, yang selanjutnya akan menyebabkan overstatement terhadap laba yang dilaporkan oleh perusahaan.
2.         Metode jumlah unit produksi (productive output method)
Metode ini digunakan untuk mengalokasikan beban penyusutan berdasarkan pada proporsi penggunaan aktiva yang sebenarnya. Metode penyusutan ini menggunakan hasil produksi sebagai dasar pengalokasian beban penyusutan untuk tiap periode. Dalam metode ini beban penyusutan diperlakukan sebagai beban variabel sesuai dengan unit produksi yang dihasilkan tiap periode akuntansi, bukan beban tetap seperti dalam metode penyusutan garis lurus (Straight Line Method). Kelemahan dari metode ini adalah sama seperti kelemahan yang terdapat pada metode jam jasa.

c.         Berdasarkan kriteria lainnya
1.         Metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite method)
Metode penyusutan biasanya digunakan untuk satu aktiva tetap. Dalam keadaan tertentu bagaimanapun juga ada berbagai macam aktiva yang disusutkan dengan menggunakan satu tarif penyusutan. Ada 2 metode penyusutan untuk aktiva yang beragam ini yaitu group dan composite method. Group mengindikasikan kumpulan dari aktiva yang memiliki jenis yang sama dan composite mengarah kepada kumpulan aktiva yang memiliki jenis yang berbeda. Metode group biasanya digunakan untuk kelompok aktiva yang hampir sama jenisnya dan memiliki umur kegunaan yang sama. Sedangkan composite method digunakan untuk aktiva yang bermacam – macam dan memiliki umur kegunaan yang berbeda.
Tarif penyusutan untuk composite method ditentukan dengan membagi penyusutan tiap tahun dengan nilai total dari aktiva yang disusutkan. Dalam metode ini tarif penyusutan didasarkan pada umur kegunaan kelompok aktiva. Laba atau rugi dalam keadaan normal akibat aktiva tersebut dipensiunkan/tidak lagi digunakan, tidak diakui. Perbedaan antara nilai buku aktiva dan nilai sisa dibebankan atau dikurangkan pada akumulasi penyusutan.
2.         Metode anuitas (anuity method)
Dalam metode anuitas ini beban penyusutan yang dihasilkan pada tahun / periode awal adalah rendah dan akan meningkat jumlahnya tiap periode berikutnya. Metode ini paling banyak digunakan dalam industri real estate dan beberapa penyedia jasa , tetapimmetode ini bukanlah metode penyusutan yang secara umum dapat diterima. Prinsip Akuntansi diterima Umum ( U.S. GAAP ) sendiri tidak mengijinkan bentuk metode penyusutan ini.
3.         Metode persediaan (inventory sistem)
Metode penyusutan ini biasanya digunakan untuk menilai aktiva berwujud yang nilainya kecil. Persediaan peralatan, sebagai contoh, mungkin ada pada awal dan akhir periode. Kemudian jumlah beban penyusutan dapat dihitung dengan menggunakan nilai awal dari persediaan ditambah dengan beban yang dikeluarkan untuk memperoleh peralatan tersebut dikurangi dengan nilai akhir persediaan. Keberatan utama terhadap metode ini dikarenakan metode ini tidak sistematik dan rasional, karena tidak ada seperangkat formula yang digunakan.
Pemilihan metode alokasi dan estimasi masa manfaat aktiva tetap yang dapat disusutkan adalah merupakan masalah pertimbangan. Pengungkapan metode penyusutan yang digunakan dan estimasi masa manfaat akan berguna bagi para pemakai laporan keuangan, dalam menelaah kebijakan yang dipilih manajemen dan dapat membuat perbandingan dengan perusahaan lain. Untuk alasan serupa, perlu untuk mengungkapkan jumlah yang dapat disusutkan yang dialokasikan dalam suatu periode dan akumulasi penyusutan pada akhir periode tersebut.
Metode penyusutan yang digunakan ditelaah ulang secara periodik dan jika terdapat perubahan yang signifikan dalam pola pemanfaatan ekonomi atas aktiva tersebut, metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan hal itu. Perubahan metode penyusutan harus dilaporkansesuai dengan PSAK yang berlaku tentang laba rugi bersih pada tahun berjalan, kesalahan mendasar, perubahan kebijakan dan beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa datang harus disesuaikan
























STUDI KASUS PENYUSUTAN

Kerugian PRPP Capai Rp 13 Miliar
Penulis: Harry Susilo |
Senin, 27 Juli 2009 | 21:32 WIB


SEMARANG, KOMPAS.com — Setelah pengalihan dari yayasan menjadi perseroan terbatas pada tahun 1993, PT Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan atau PRPP Jawa Tengah menderita kerugian setiap tahun. Akumulasi kerugian yang mencapai Rp 13 miliar tersebut umumnya berasal dari biaya penyusutan aset dan utang pajak.

Direktur Utama PT PRPP Jateng, Theo Sestu Noegraha, Senin (27/7) di Kota Semarang, mengatakan, perusahaan baru bisa menutupi utang pajak sebesar Rp 2 miliar dari total kerugian tersebut. Pelunasan utang tersebut diperoleh dari keuntungan penyelenggaraan kegiatan.

"Persoalannya, ketika masih berbentuk yayasan belum ada biaya penyusutan aset atau depresiasi, setelah berganti menjadi perusahaan biaya tersebut muncul dalam laporan keuangan dan membengkak karena akumulasi dari tahun-tahun sebelumnya," ungkap Theo.

Theo menambahkan, biaya depresiasi yang harus ditanggung perusahaan mencapai Rp 1,5 miliar per tahun dengan kontribusi terbesar berasal dari biaya penyusutan bangunan.

Theo mengakui, pendapatan PRPP sebesar Rp 8 miliar per tahun belum bisa menutupi seluruh kerugian yang kini masih ditanggung perusahaan. Pasalnya, selain untuk menutupi depresiasi, pendapatan tersebut dialokasikan untuk menutup biaya operasional dan pembayaran pajak. "Untuk tahun 2008 saja, perusahaan merugi Rp 400 juta," kata Theo.

Padahal, biaya depresiasi yang mesti ditanggung perusahaan pada tahun 2008 berkurang menjadi Rp 600 juta per tahun karena pihak manajemen PRPP melakukan inventarisasi ulang aset. "Hal ini karena banyak aset yang sudah hilang, berubah menjadi fasilitas umum, dan bahkan telah dijual tetapi masih dihitung sebagai kerugian," ujar Theo.

Namun, Direktur Keuangan PT PRPP Jateng Titah Listiorini mengakui, sisa kerugian perusahaan sebesar Rp 11 miliar dapat ditutupi tahun ini setelah PRPP memperoleh kompensasi biaya ganti rugi lahan untuk pembangunan jalan ke bandara Ahmad Yani sebesar Rp 14 miliar. "Jika ganti rugi sudah kami terima, kerugian tersebut bisa bisa langsung ditutup," ucap Titah.

PRPP yang semula bernama Pekan Raya Promosi dan Pembangunan ketika berdiri pada tahun 1973 berubah nama menjadi Pusat Rekreasi Promosi dan Pembangunan pada tahun 1993 seiring pergantian menjadi perseroan terbatas. Setiap tahunnya, terdapat 93 acara pernikahan dan 7 pameran besar di kawasan seluas 41,3 hektar ini termasuk Jateng Fair dan Pameran Teknologi Tepat Guna.

Untuk tahun ini, PRPP mendapat kontribusi pendapatan dari penyelanggaraan Jateng Fair sebesar Rp 6,5 miliar. Kendati demikian, penyelenggaraan pameran lainnya banyak yang dibatalkan karena mempertimbangkan pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden.











ANALISIS KASUS
PUSAT REKREASI DAN PROMOSI PEMBANGUNAN JAWA TENGAH (PRPP)
Temuan :
1.      Saat berbentuk yayasan tidak terdapat biaya penyusutan
2.      Saat menjadi perusahaan, biaya penyusutan tersebut muncul dan membengkak
3.      Penyusutan Rp. 1,5 Milyar per tahun
4.      Pendapatan PRPP Rp 8 Milyar per tahun, dialokasikan untuk menutupi biaya operasional dan pembayaran pajak, namun hal ini tidak bisa menutupi kerugian
5.      Banyak aset yang sudah hilang, menjadi fasilitas umum, atau dijual, tetap masih dihitung sebagai kerugian
6.      Akumulasi kerugian Rp 13 Milyar ( penyusutan + utang pajak )
7.      Utang pajak yang bisa ditutup Rp. 2 Milyar yang berasal dari pendapatan
8.      Sisa kerugian sebesar Rp 11 Milyar bisa ditutup jika memperoleh kompensasi pembangunan jalan ke bandara Ahmad Yani ( Rp 11 Milyar )

Analisis :

1.      Tidak adanya biaya penyusutan saat masih berbentuk yayasan bisa diakibatkan oleh salah satu dari dua hal berikut ini :
a)      Ketidaktahuan yayasan akan prosedur akuntansi
b)      Terdapat kesengajaan yayasan untuk tidak menampilkan biaya penyusutan untuk memperbesar laba yayasan
2.      Aset yang hilang, berubah menjadi fasilitas umum atau dijual tetapi masih dihitung sebagai kerugian oleh perusahaan, hal ini merupakan suatu usaha untuk meringankan pajak terutang dengan cara mengurangi pendapatan dengan depresiasi dalam jumlah besar.

1 comment:

  1. Memang penyusutan menjadi salah satu cara meminimalkan pajak dalam tax planning

    ReplyDelete